Jumat, 06 Februari 2015

Injil masuk di irian jaya

Irian Jaya merupakan sebuah pulau yang terletak di bagian timur negara Republik Indonesia. Sekitar tahun 1950an tanah ini tengah dikuasai dan dipimpin oleh pemerintah Belanda, pasca kemerdekaan Republik Indonesia. Dan situasi keamanan pulau ini belum stabil, sehingga dikendalikan sepenuhnya oleh penguasa saat itu. Sementara itu para badan misi tengah berjuang untuk memasuki tanah Irian Jaya, dengan adanya kabar bahwa sedang ada penduduk pegunungan tengah yang belum diterangi dengan Injil. Hal ini terlihat jelas dari perjuangan dan keberanian seorang misi yang bernamaEbenezer Vine yang pada waktu itu menjabat sebagai ketua misi RBMU, yang berkali-kali mendatangi pemerintah Belanda untuk mendapat ijin masuk di tanah ini,[1] terutama daerah pegunungan tengah.
Dan perlu diketahui bahwa pada waktu itu sudah 102 tahun atau kurang lebih satu abad Injil sudah masuk di tanah Irian Jaya, tepatnya di pulau Mansinam di Manokwari terhitung dari 05 Februari 1855. Namun demikian, penduduk yang berdomisili di sepanjang pegunungan tengah Irian Jaya belum dijangkau oleh masuknya Injil tersebut. Karena itu Roh Kudus sebagai sentral pelaksana misi pertumbuhan gereja itu terus mendorong para hamba-Nya (misionaris) untuk memasuki daerah tersebut, sehingga akhirnya dijinkan untuk masuk di Irian Jaya oleh pemerintah Belanda. Kemudian dengan menghadapi berbagai tantangan dan problema, para misi tersebut memulai pelayanan pada tahun 1953. Problema yang paling mendasar adalah dengan belum adanya landasan penerbangan, sehingga para misionaris mengalami kesulitan. Namun demikian, dengan berkat Tuhan danau asbol disiapkan Allah untuk menjadi jalan anugerah Allah, guna menerangi wilayah pegunungan tengah dengan Injil Kristus, yang mana sedang diselimuti oleh kegelapan dan yang dihantui oleh tipu muslihat iblis itu. Dan itu terjadi setelah 3 tahun kemudian berhasil memasuki dan memulai pelayanan daerah pegunungan tengah.

II.    Pendiri Gereja Injili Di Indonesia.

Jadi Gereja Injili Di Indonesia merupakan hasil ketaatan dari tiga badan missi pada Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus (Mat. 28 :19-20; Mrk. 16 :15; Luk. 24 :47,48; dan Kis ras. 1 :8). Ketiga badan mssi tersebut adalah: (1). Asia Pacific Christian Mission (APCM), (2). Unevangelized Fields Mission(UFM) kini dikenal dengan sebutan Cross World, (3). Regions Beyond Missionary Union (RBMU) kini dikenal dengan sebutan World Team.[2] Ketiga badan ini merintis pekabaran Injil di pedalaman Irian Jaya yang dimulai pada tahun 1957.[3] Kemudian pada tahun 1963 gereja ini didirikan sebagai salah satu denominasi di Indonesia dengan nama Gereja Injili Irian Barat (GIIB) sesuai dengan nama Irian Barat. Kemudian ketika Irian Barat kembali ke pangkuan pertiwi, nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, sehingga secara otomatis nama denominasi ini berubah menjadi Gereja Injili Irian Jaya (GIIJ). Dua puluh lima tahun kemudian nama denominasi ini berubah lagi menjadi Gereja Injili di Indonesia (GIDI), yakni ketika sidang raya sinode GIIJ yang ke- XIII bulan Juni 1988 di Karubaga, Jayawijaya. Perubahan nama gereja ini terjadi karena pelayanan GIIJ sudah keluar dari Irian Jaya ke pulau lain di nusantara ini, yaitu di pulau Jawa tepatnya di Yogyakarta dengan pendirian gereja lokal yang disebut jemaat Samaria. Kemudian menyebar ke Barat dan ke Timur pulau Jawa sampai di Bali dan Lampung. Selain itu juga menyebar ke Aceh dan Kalimantan. Kemudian berkembang lagi di beberapa negara seperti Papua New Guinea (PNG) dan Australia. Kemudian 5 tahun yang lalu GIDI, tepatnya pada tanggal 20 Nopember 2006 telah mengadakan memoradum of understanding (MoU) dengan Gereja Anak Domba di Yerusalem.

III. Penghambatan terhadap Jemaat Samaria Gereja Injili Di Indonesia
Perlu diingat bahwa perkembangan dan pertumbuhan gereja ini tidak terjadi bebas dari tantangan dan masalah. Karena itu meskipun gereja ini mengalami berbagai kendala dan tantangan atau cobaan, namun tetap eksis dalam ketaatannya pada Amanat Agung Tuhan Yesus, sehingga terus bertumbuh dan berkembang hingga saat ini. Dalam hal ini  seperti yang dikatakan oleh Richardson dengan melihat kenyataan perkembangan sekarang bahwa ”sekalipun masih perlu banyak penyesuaian, namun masyarakat Dani tampaknya telah berhasil terjun dengan selamat dan tetap tumbuh dengan baik.”[4] Hal ini dikatakannya setelah melihat ketaatan dalam mengutamakan pelaksanaan amanat agung dengan menghiraukan segala kendala, kekurangan dan keterbatasan bahkan tantangan yang ada. Karena itu perlu saya garis bawahi di sini segenap warga jemaat Gereja Injili Di Indonesia memiliki kepeduliaan yang sangat mendalam terhadap ketaatannya pada amanat agung yang dinyatakan melalui sikap dan rasa nasionalisme GIDI yang  sangat mendalam yang dimiliki oleh warga denominasi tersebut. Ini telah dan sedang terjadi dengan kesungguhan hati oleh seluruh jemaat GIDI dengan mengabaikan sederetan persoalan dan tantangan seperti, keterbatasan, kekurangan dan sebagainya. Hal inilah yang diakui oleh para pengamat dan pelaksana misi lintas budaya sedunia, sebagaimana diakui oleh Donn Richardson di atas dan John Dekker. Sebab dalam ketaatannya, Amanat Agung Tuhan Yesus menjadi perhatian utama dalam pelayanan di gereja ini, yang dibuktikan selama kurang lebih 48 tahun ini, di mana telah menjangkau banyak suku baik di seluruh tanah Papua maupun di seluruh negeri ini sebagaimana yang disebutkan di atas, sehingga GIDI menjadi milik semua suku, bahasa dan bangsa.
Di dalam menghadapi tantangan dan hambatan dalam pelayanan gereja ini, perlu diingat bahwa Tuhan Yesus dalam pelayanan-Nya ketika di bumi pernah membuat suatu pernyataan yang bertolak dari pengakuan iman sejati rasul Petrus, bahwa ”Sebab itu ketahuilah, engkau adalah Petrus, batu yang kuat. Dan di atas alas batu inilah Aku akan membangun gereja-Ku, yang tidak dapat dikalahkan; sekalipun oleh maut! ” (Mat. 16:18, BIS). Tuhan Yesus dengan kaca mata Allah telah mengetahui bahwa gereja-Nya akan mengalami penghambatan, sebab wadah institusi tersebut merupakan institusi ilahiyang dihadirkan di bumi, yang akan menghadapi berbagai problema. Karena itu dalam pernyataan-Nya, bahwa meskipun demikian kuasa maut tidak akan mengalahkannya. Hal itu diperkuat dengan sebuahjanji yang pasti, yang disampaikan ketika Yesus memberikan amanatNya bahwa  Dia akan menyertainya hingga akhir zaman (Mat. 28:20). Dan fakta dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan gereja menunjukkan, bahwa penghambatan terhadap gereja Tuhan itu sungguh-sungguh terjadi, namun hal itu tak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan gereja hingga kini.
Bagian dari pernyataan Tuhan Yesus dan fakta atas sejarah gereja tersebut, maka Gereja Injili Di Indonesia jemaat Samaria telah menghadapi suatu hambatan yang cukup besar. Penghambatan tersebut datang dari pihak luar atas kecerobohan dan ketidakjelihan umatNya, yaitu di mana keberadaan gedung gereja dan kegiatan ibadah jemaat tersebut diresolusi pada tahun 2000. Resolusi tersebut diadakan dengan alasan tidak memiliki Ijin Membangun Bangunan tempat ibadah (IMB). Pada akhirnya gedung gereja Samaria ditutup dan dilarang mengadakan kegiatan ibadah di dalam gedung tersebut hingga sekarang. Dan peristiwa tersebut terjadi ketika pertumbuhan dan perkembangan jemaat sangat subur, terutama di wilayah Prambanan dan sekitarnya, bahkan di seluruh wilayah Yogyakarta.
Dan dengan adanya peristiwa tersebut jemaat Samaria GIDI Kalasan Yogyakarta dibubarkan, sehingga sampai saat ini ada yang bergabung dengan gereja lain, ada yang memilih untuk tidak beribadah, tetapi ada juga yang tetap bertahan dan beribadah di jemaat Samaria dengan kondisi yang berbeda. Kemudian dalam perkembangannya jemaat Samaria tetap bertahan dengan mengadakan kegiatan ibadah rutin dan melaksanakan kegiatan misi dengan cara kontrak dari rumah ke rumah di wilayah Kalasan sampai saat ini. Sebab para hamba Tuhan dan jemaat sadar sepenuhnya bahwa peristiwa tersebut merupakan suatu dinamika dalam pertumbuhan dan perkembangan gereja, sehingga semangat melaksanakan amanat agung tetap ada dan mengeksiskan gereja di Yogyakarta melalui pertolongan kuasa Roh Kudus.  

IV.  Tantangan Gereja Injili Di Indonesia Sekarang
Gereja merupakan suatu komunitas baru yang terkumpul melalui karya penebusan Kristus di kayu salib. Gereja merupakan kumpulan insan-insan yang mengakui dan menerima pengorbanan Kristus sebagai wujud penyataan kasih Bapa di sorga. Dan gereja juga merupakan institusi ilahi yang dihadirkan melalui kehendak-Nya untuk menjadi partner Allah demi terwujudnya rencana dan tujuan Allah bagi dunia. Oleh karena itu perlu diketahui bahwa tugas gereja yang paling utama adalah mentaati Firman Allah dengan cara melaksanakan Amanat Agung atau meneruskan misi Kristus bagi dunia, supaya semua lidah datang bertekuk lutut dan mengaku Yesus Kristus adalah Tuhan, sehingga nama Allah dipermuliakan.
Itulah sebabnya sejak lahir dan didirikan sebagai sebuah denominasi gereja di nusantara ini,Gereja Injili Di Indonesia telah mengambil posisi dan berkomitmen sebagai pelaksana amanat agung dengan mencantumkan sebuah motto sebagai watak dan ciri khasnya, yaitu “menjadi saksi Kristus”sesuai Kisah Para Rasul 1:8. Dan hingga kini GIDI telah dan tengah berada dan bertekad pada panggilannya pelakasana Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus hingga sekarang. Karena itu bagian berikut akan dijelaskan secara singkat tantangan yang dihadapi oleh gereja, baik secara umum maupun gereja lokal di Yogyakarta, kemudian akan direspons dengan beberapa bagian terutama menyangkut keunikan-keunikan yang ada;

A.      Secara umum
Memang perlu digarisbawahi bahwa gereja merupakan wadah baru dan kudus yang dihadirkan Allah di bumi dengan maksud yang khusus, bukan dari dunia. Maksud kehadiran lembaga kudus ini sungguh baik dan unik. Namun yang menjadi tantangan dan permasalahan yang sesungguhnya merupakan bagian dari panggilan dan ketaatannya adalah:
1.      Terjadinya benturan-benturan serius akibat dari terjadinya penginjilan lintas budaya, lintas bahasa dan lintas negara yang membutuhkan figur yang mampu menjawab tantangan pada era ini.
a.       Luasnya wilayah pelayanan (suku, bahasa, budaya, pulau, negara dsb)
b.      Visi gereja yang terlalu umum (visi harus dari Tuhan dengan spesifik, terjangkau, terencana dan )
c.       Peraturan dan Rumah Tangga yang saling bertentangan antar suku dan wilayah pelayanan yang ada
2.      Minimnya kaderniasi dan kurang terpanggil hamba Tuhan dan penginjil yang mau melayani secara penuh waktu atau full time, sehingga terjadi krisis leadership dan minimnya Abdi Tuhan di dalam denominasi GIDI.
a.       Terjadinya penyediaan lahan dan lapangan kerja oleh dua lembaga besar di Papua, yaitu Pemerintah dan Gereja yang menuntut sumber daya manusia, bukan hanya dari segi kuantitas, melainkan juga secara kualitas dan siap pakai;
b.      Kurangnya perhatian atau terjadi pembiayaran kepada alumni dan mahasiswa teologia asal GIDI se Indonesia;
c.       Kurangnya perhatian terhadap sumber daya manusia, terutama Abdi Tuhan baik program kadernisasi calon pemimpin, maupun peningkatan kualitas hamba Tuhan melalui training atau seminar Abdi Tuhan;
d.      Terkesan bahwa sangat lamban di dalam hal tanggap dan respons kepada sikon daerah dan negara di dalam mempersiapkan para pemimpin gereja;     
3.      Dengan perkembangan perpolitikan di negeri ini, membentuk watak dan karakter serta sikap generasi masyarakat yang sangat bertolak belakang dengan maksud sesuangguhnya. 
a.       Dampak positif dan negatif dengan adanya pemberlakukan UU OTSUS Papua tahun 2001 (menurut hemat saya, lebih banyak berdampak kepada hal-hal negatif. Misalnya: membentuk karakter generasi yang egois, angkuh, tak puas diri, tidak tahu berterima kasih dan tamak, sehingga menganggap remeh pekerjaan Tuhan yang mulia ini);
b.      Memperuncing issue sukuism, daerahism, kepentingan kelompok atau golongan dengan menghilangkan sikap kebersamaan dan kekeluargaan;
c.       Terjadinya kemunduran dan rasa nasionalisme tetapi terjadi kompromistis antara pejabat orang asli Papua dan para pemimpin gereja kepada aturan pemerintah dengan tidak membela hak-hak OAP;

B.      Respons
Ketiga hal inilah menjadi tantangan sekaligus menjadi prioritas utama dalam tubuh GIDI secara denominasi yang harus dihadapiGereja sebagai istitusi ilahi tidak boleh ikut bermain dan juga tidak boleh menghindar dari realitas tersebut. Gereja baik secara lembaga maupun individu seharusnya mengambil posisi dan sikap sebagai fungsi kontrol dan wakil Allah di dalam pengendalian roda kehidupan masyarakat dan umat manusia seutuhnya. Kalau demikian,
Ø  Apakah gereja harus mengubah visi dan misi dengan menarik diri?
Ø  Siapakah yang harus menjawab dan kepada pundak siapakah tantangan GIDI harus diletakan?
Ø  Kenapa tantangan dan problema ini terjadi?
Ø  Dari manakah harus di mulai?
Ø  Bagaimanakah caranya untuk menjawab tantangan ini?

Biarlah pertanyaan ini menjadi diskusi dan renungan kita bersama!


C.      Realita GIDI Yogyakarta
Di sini dijelaskan secara singkat tentang kondisi rill GIDI Yogyakarta sejak hadir hingga saat ini. Dalam penjelasan ini memberikan gambaran umum dan profile eksistensi GIDI di Yogyakarta. Maksud penjelasan singkat ini adalah agar generasi demi generasi memahami dan menyatakan perbuatan tangan Allah yang ajaib ini, sehingga dapat memberitakan dan disaksikan kepada generasi lain. Selain itu juga agar menanamkan serta menumbuhkan rasa nasionalisme generasi dengan mengambil bagian dalam sejarah perjuangan GIDI di Yogyakarta. Realita eksistensi GIDI Yogyakarta adalah sebagai berikut;

v  Even-even penting dalam sejarah perjuangan GIDI Samaria Yogyakarta
1.      GIIJ hadir di pulau Jawa sejak dua puluh lima tahun yang lalu melalui mahasiswa asal GIIJ yang studi di STTII Yogyakarta angkatan 85/86;
2.      GIIJ berubah nama menjadi GIDI pada sidang raya sinode GIIJ yang ke- XIII bulan Juni 1988 di Karubaga, Jayawijaya setelah mendengar bagaimana Allah berkarya melalui laporan pelayanan mahasiswa tersebut;
3.      GIDI eksis di Yogyakarta secara permanent dengan berdirinya gedung gereja lokal yang diberi nama “jemaat Samaria GIDI Kalasan” dan berkembang hampir di seluruh wilayah Yogyakarta, bahkan sampai menyebar di wilayah Jawa Tengah;
4.      GIDI Samaria Yogyakarta mendapat hambatan dan tantangan melalui FPI (Front Pembela Islam);
5.       GIDI tengah berada dalam masa transisi selama kurang lebih delapan tahun hingga bulan Juni tahun 2008;
6.      GIDI dimobilisasi untuk bangkit dari masa transisi tersebut pada bulan Juli tahun 2008 hingga kini;
7.      GIDI sedang membenahi dan membuka diri kepada masyarakat kota Yogyakarta dan kepada beberap gereja cabang dengan berbagai program dan cara hingga saat ini;   

v  Amanat yang diemban oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.      Membenahi dan menata diri dalam berbagai sektor dengan mengukur kapasitas dan kemampuan secara internal;
2.      Mengangkat sejarah GIDI Samaria yang terlupakan, yang sesungguhnya karya Allah yang besar tersebut;
3.      Membina generasi dan para calon kader GIDI bahkan para generasi Papua yang sedang studi di Yogyakarta;
4.      Menjadikan central pemberitaan injil baik provinsi daerah istimewa Yogyakarta maupun provinsi Jawa Tengah;
5.      Menyatukan para Abdi Tuhan dan mempererat panggilan Kristus;

v  Sasaran dan Harapan yang diimpikan oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.      Supaya jemaat Samaria GIDI Yogyakarta tetap eksis sebagai tonggak historis dalam pertumbuhan dan perkembangan GIDI se nasional;
2.      Supaya menghasilkan para pemimpin daerah yang takut akan Tuhan dengan memiliki ciri dan corak:imanImelayanI dan pedulI yang disingkat dengan “I Three In One”;
3.      Supaya mendirikan tiga sampai empat gereja cabang atau pos PI di seluruh wilayah Yogyakarta;

v  Keunikan dan Modal yang dimiliki oleh jemaat Samaria GIDI Yogyakarta
1.      Segi Keutuhan: Warna Tubuh Kristus dalam wadah GIDI sangat terlihat dan kental di jemaat Samaria GIDI Yogyakarta, yang dipertahan dan dipelihara (realita ini kebalikan dari realita GIDI Papua);
2.      Segi Personil: Jemaatnya rata-rata para calon pemimpin yang akan memimpin banyak orang. Selain itu memiliki jiwa nasionalisme yang tinggi dalam keterlibatan dan perkembangan jemaat Samaria GIDI Yogyakarta;
3.      Segi Eksistensi: Keberadaan jemaat Samaria GIDI Yogyakarta sangat strategis, yaitu berada di Yogyakarta sebagai barometer dan pusat studi se Indonesia;
4.      Segi Historis: Jemaat Samaria GIDI Yogyakarta merupakan jemaat yang bersejarah di dalam perkembangan GIDI;
5.      Segi Lingkungan: Jemaat Samaria GIDI berada di tengah-tengah masyarakat yang cukup ramah, berbudaya, beradab, toleran dan agamis bahkan masyarakat yang cukup menghormati budaya lain, yang secara tak langsung mempengaruhi kehidupan jemaat;   

v  Diskusi lain
1.      Kehadiran di Yogyakarta bukan secara kebetulan, teapi merupakan bagian dari rancangan Tuhan;
2.      Komunikasi dan harmonisasi gereja dengan pemerintah setempat, gereja-gereja tetangga dan mahasiswa Papua maupun mahasiswa lain terjalin dengan cukup baik;
3.      Realita banyak perubahan dan perkembangan yang positif baik segi spiritual life secara intern maupun kondusifitas kota Yogyakarta berkenaan dengan anak-anak Papua;
4.      Melibatkan para generasi muda GIDI untuk ikut mengambil bagian tanpa perbedaan dan batasan;
5.      Menjadikan generasi muda GIDI yang berkeyakinan kokoh kepada Kristus dan berhati hamba yang mau melayani tetapi juga memiliki kepekahan tinggi dengan menjadi seorang pribadi yang analis, kritis, dan responsif di dalam menanggapi tantangan ini dan menjadi seorang pribadi sebagai inisiator, kontributor dengan segudang ide dan gagasan yang inovatif di dalam memberikan solusi kepada perkembangan gereja.

V.     Kesimpulan
Perlu diingat dan diketahui bahwa sudah 48 tahun Gereja Injili Di Indonesia dengan tetap taat berkomitmen kepada misinya. Sejak gereja didirikan sebagai sebuah denominasi di negeri ini, tetap mengambil posisi untuk memuliakan Allah dengan hidup sebagai pelaksana amanat agung Tuhan Yesus. Hal ini terlihat jelas dengan realita, bahwa semua warga Gereja Injili Di Indonesia memiliki watak sebagai saksi Kristus di manapun keberadaannya. Dan itulah yang menyebabkan hampir kurang lebih lima dekade ini gereja tetap pada komitmennya, yaitu menjadi gereja misioner. Kenyataan ini memang tak dapat diragukan lagi, sebab memang begitu adanya. Oleh karena itu patut disyukuri oleh semua pihak dan warga Gereja Injili Di Indonesia untuk panggilan dan penghargaan Kristus tersebut.   
Panggilan dan pelaksanaan misi Kristus merupakan tugas dan amanat Allah yang besar dan mulia sekaligus memiliki konsekuensi yang besar. Dan misi tersebut menuntut harga yang harus dibayar sebagaimana Kristus berkorban demi penyelamatan dunia. Oleh karena itu di dalam melaksanakan visi besar ini pasti ada tantangan besar pula yang harus dihadapi oleh gereja.
Di dalam menjawab tantangan jaman dan penyelesaian persoalan tersebut, Gereja menjadi solusi dan cara satu-satuanya dan bukanlah alternatif. Realita yang terlihat selama ini, bahwa gereja selalu menjadi alternatif dari sekian banyak pilihan sehingga tidak difungsikan secara baik dan tidak ditempatkan pada posisi dan fungsi gereja sesungguhnya. Gereja harus menjadi jawaban dan tempat pengaduan setiap persoalan. Gereja bukan penyebab masalah dan bukan pula tempat penyaluran kritikan yang merupakan pelampiasan kekecewaan dan ketidakpuasan yang bertolak dari sikap tidak percaya kepada gereja, baik menyangkut lembaga dan sikap oknum. Namun demikian, diharapkan bahwa gereja sebagai institusi ilahi, tetap diakui sebagai jalan satu-satunya dalam penyelesaian persoalan di dalam menghadapi tantangan. Gereja memang tidak dapat diragukan lagi sebab misinya jelas, hukumnya jelas, kepalanya jelas. Jadi tidak dicampur adukan dengan sikap oknum hambaNya.        
Oleh karena itu, setelah melihat tantangan yang dihadapi saat ini dan realitas sejarah perjuangan gereja dengan keunikan-keunikannya, maka GIDI Yogyakarta menjadi jawaban. Namun semuanya itu tergantung dari bagaimana kesadaran dan penerimaan diri kita sebagai generasi muda. Dan tergantung pada bagaimana cara kita menyikapi persoalan tersebut. Jadi yang perlu direnungkan oleh Anda sebagai generasi adalah:
ü  Apa yang terjadi?
ü  Siapa saya?
ü  Mengapa ini terjadi?
ü  Saya ada di mana?
ü  Bagaimana cara saya menjawab?
ü  Dan Apa yang harus saya lakukan?      

“sEOrAng pEmImpIn yAng bAIk AdAlAh tIdAk hAnyA tAhU, mElAInkAn mAmpU mEmUlAI UntUk mElAkUkAn sEsUAtU trEbOsAn dEngAn mEnghAdApI ApApUn gEsEkAn.”


SauDaRaKu, JaNGaN LuPa BaHWa  Di DaLaM TeRJaDiNYa SuaTu PeRuBaHaN DaN PeMBaHaRuaN, TeNTu aDaNYa GeSeKaN.


Apabila tantangan ini menjadi tantangan dan masalah sudara, maka berjanjilah kepada Tuhan dengan mengatakan “here am I, to use me.”



[1]Larkin, James. Sejarah Gereja Injili Irian Jaya (Sentani: STAKIN, 1999), 1.

[2]James F. Larkin. Mondus: Sejarah Gereja Injili Irian Jaya (Sentani: STAKIN, 1999), 1
[3]Lion Dillinger. Ala Wone Alom Kole Mamunik: Kristen Apit Abet Mbariyak Wone. (Yogyakarta: Percetakan ANDI Offset, 1994): 8
[4] Dekker, John & Lois Neely. Obor Sukacita,  vii

Tidak ada komentar:

Posting Komentar